Ngomong-ngomong
soal koperasi, tahukah kamu siapa bapak Koperasi Indonesia? ya, beliau
adalah Dr. Drs. H. Mohammad Hatta atau
biasa dikenal dengan nama Bung Hatta. Lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat
tangga 12 Agustus 1902. Mohammad Hatta juga adaalah wakil presiden pertama
Republik Indonesia sejak 18 Agustus 1945 - 1 Desember 1956.
Menurut buku
ke-1 otobiografi beliau yang berjudul “Mohammad Hatta, Untuk Negeriku Sebuah
Otobiografi” yang bercerita tentang masa kecil Bung Hatta di tanah kelahirannya
serta perjalanan sekolah sejak di Padang sampai melanjutkan kuliah di Belanda,
disebutkan bahwa Hatta adalah seorang yang ulet.
Pada buku
tersebut juga dijelaskan pandangan beliau tentang bunga, pembagian harta
berdasarkan garis keturunan ibu (materelineal) dan garis keturuanan ayah
(patrineal) yang digambarkan dengan sederhana sehingga mudah dipahami. Sebagai
suku yang menganut paham materelineal, cenderung membuat orang Minang lebih
dekat pada keluarga ibu dibandingkan pada keluarga ayah. Namun tidak demikian
dengan Bung Hatta, pendekatan beliau terhadap keluarga besar ayah maupun
keluarga besar ibu yang sangat baik membuat beliau disayang oleh keluarga kedua
belah pihak atau yang sering disebut dalam bahasa Minang “bako”.
Sejak sekolah di
kota Padang, Bung Hatta telah menunjukkan ketertarikannya pada pergerakan
pemuda. Pada tahun 1916 pergerakan pemuda menunjukkan geliat dengan mulai
terbentuknya perkumpulan-perkumpulan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond,
Jong Minahasa, dan Jong Ambon. Sesuai dengan domisili beliau saat itu, Hatta
muda bergabung pada perkumpulan Jong Sumatranen Bond. Beliau memulai kiprah
karir di dunia politiknya dengan menjabat sebagai bendahara pada perkumpulan
pemuda tersebut. Selama menduduki jabatan ini Bung Hatta banyak belajar akan
pentingnya arti keuangan bagi kelancaran sebuah organisasi.
Perjalanan hidup
Bung Hatta berlanjut di negeri Belanda. tahun 1921 Hatta menetap di Rotterdam
untuk belajar pada Handels Hoge School. Setahun menetap di kota tersebut,
beliau bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar tanah air yang ada di
Belanda yang bernama Indische Vereeniging. Pada awal pendiriannya, organisasi
ini merupakan perkumpulan bagi pelajar biasa, tetapi seiring dengan kebutuhan
bangsa saat itu berubah menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan dengan
bergabungnya tiga tokoh Indische Partij, yaitu Suwardi Suryaningrat, Douwes
Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo. Kemudian perkumpulan ini berubah nama menjadi
Perhimpunan Indonesia (PI).
Selama tergabung
pada Perhimpunan Indonesia, Hatta juga memulai karir politiknya dengan menjabat
sebagai bendahara pada tahun 1922 dan berhasil terpilih menjadi ketua pada
tahun 1925. PI di bawah kepemimpinan Bung Hatta berkembang dari perkumpulan
mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang mampu memengaruhi politik
Indonesia sehingga diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPI) sebagai garda depan pergerakan nasional yang berada di Eropa.
Seiring dengan aktivitas politiknya, Bung Hatta juga berhasil lulus dalam ujian
handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923.
Selama menjadi
ketua PI, Bung Hatta melakukan beberapa kegiatan penting. Salah satunya
memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internasional pada tahun 1926 untuk
membicarakan perdamaian di Berville, Perancis. Kegiatan ini secara tidak
langsung memperkenalkan nama Indonesia di kalangan organisasi-organisasi
internasional. Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang
Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda sekaligus meluaskan jaringan dengan
beberapa tokoh dunia, salah satunya berkenalan dengan aktivis India, Jawaharhal
Nehru.
Kegiatan politik
Bung Hatta mulai dianggap sebagai sebuah ancaman sehingga menyebabkan dirinya
ditangkap tentara Belanda bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali
Sastroamidjojo, dan Abdulmadjid Djojodiningrat. Udara kebebasan kembali
dirasakan Bung Hatta dan ketiga rekannya setelah mahkamah pengadilan di Den
Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang tersebut, Hatta
mengemukakan pidato pembelaan yang kemudian diterbitkan dengan nama “Indonesia
Vrij” dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul
Indonesia Merdeka.
Pada bulan Juli
tahun 1932, Hatta berhasil menamatkan studinya di Belanda dan kembali ke
Indonesia. Setibanya di tanah air, beliau bergabung dengan organisasi Partai
Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan untuk memberikan pendidikan pada
kader-kader politik serta meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia
melalui pelatihan-pelatihan.
Pada tahun 1933
pemerintah kolonial Belanda mengasingkan Ir. Soekarno ke Ende, Flores. Hatta
pun tidak tinggal diam dengan tindakan Belanda tersebut. Melalui tulisannya di
berbagai media Hatta menentang keras pengasingan tokoh yang kemudian hari
menjadi presiden pertama Indonesia itu. Akibatnya pemerintah kolonial Belanda
mulai mengalihkan perhatian pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia tempat
Hatta bernaung. Tujuh orang pimpinan partai akhirnya ditahan dan kemudian
diasingkan ke Boven Digoel (Papua), salah satu di antaranya Mohammad Hatta.
Pada Januari 1935, Hatta dan ke-6 kawannya tiba di Tanah Merah, Boven Digoel,
sebagai tempat pengasingan. Selama masa pengasingan di Digoel, Hatta tidak
berhenti melakukan kegiatan menulis di berbagai surat kabar. Setelah delapan
tahun diasingkan, akhirnya Hatta dipindahkan ke Sukabumi pada tahun 1942. Tidak
lama kemudian, pemerintah kolonial Belanda menyerah pada Jepang sehingga Hatta
dapat kembali ke Jakarta.
Pada masa
penjajahan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sebagai penasehat bagi
pemerintah Jepang. Pada saat itulah Hatta menyampaikan keinginan bangsa
Indonesia untuk merdeka sehingga terus mendesak Jepang untuk memberi pengakuan
tersebut. Bung Hatta pun melakukan pidato yang disampaikannya di Lapangan Ikada
yang saat ini dikenal dengan nama Lapangan Merdeka pada 8 Desember 1942 yang
membangkitkan semangat banyak kalangan. Beliau mengatakan, “Indonesia terlepas
dari penjajahan imperialisme Belanda dan oleh karena itu ia tak ingin menjadi
jajahan kembali. Tua dan muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia,
ia Iebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya
sebagai jajahan orang kembali”. Kegigihan beliau dan pejuang kemerdekaaan lain
pun berbuah hasil dengan diperolehnya pengakuan kedaulatan oleh Jepang pada
bulan September 1944.
Akhirnya tanggal
17 Agustus 1945 menjadi hari paling bersejarah bagi seluruh bangsa Indonesia.
Bertempat di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, tepat pukul 10.00 WIB kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945 Soekarno dan Mohammad Hatta
diangkat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Berita
kemerdekaan Republik Indonesia sampai ke negeri Belanda sehingga ingin kembali
menjajah Indonesia. Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan, Juli 1947 Hatta
berusaha meminta dukungan ke India melalui Jawaharhal Nehru dan Mahatma Gandhi.
Perjalanan panjang menghimpun dukungan berbuah hasil dengan diperolehnya
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Ratu Juliana yang disampaikan kepada Bung
Hatta pada 27 Desember 1949.
Selama diamanahi
menjadi wakil presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah, pelatihan di
berbagai lembaga pendidikan tinggi dan menulis banyak buku di bidang ekonomi
dan koperasi. Beliau juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan
konsep ekonomi sesuai dengan pemahamannya yang sangat memadai. Pada 12 Juli
1951, Bung Hatta berpidato melalui radio untuk menyambut Hari Koperasi di
Indonesia. Atas perjuangan dan jasanya dalam pergerakan koperasi di tanah air,
maka pada tanggal 17 Juli 1953 beliau diberi gelar kehormatan sebagai Bapak
Koperasi Indonesia yang berlangsung pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung.
Bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun tahun 1971
memuat ide-ide beliau mengenai koperasi.
Setelah tidak
lagi menjabat sebagai wakil presiden RI, beliau terus melanjutkan pendidikan di
berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan berhasil memperoleh gelar kehormatan
akademis, di antaranya gelar Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Universitas Indonesia, Jakarta, dan
gelar yang sama di bidang ekonomi dari Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Gelar Guru Besar Ilmu Politik Perekonomian pun beliau peroleh dari Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Dalam kehidupan
pribadi, Bung Hatta menikahi seorang perempuan bernama Rachim Rahmi pada 18
November 1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Beliau dikaruniai tiga
orang putri yaitu Meutia Farida Hatta Swasono, Gemala Hatta dan Halida Hatta.
Pada 14 Maret 1980 bapak koperasi Indonesia menghembuskan napas terakhirnya di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Cipto Mangunkusumo. Atas jasa dan
perjuangannya bagi bangsa ini, Dr. H. Mohammad Hatta dianugerahi tanda
kehormatan tertinggi Republik Indonesia yaitu “Bintang Republik Indonesia Kelas
I” yang diberikan oleh Presiden Soeharto.
sumber : http://mjeducation.com/sepenggal-kisah-bapak-koperasi-indonesia/
sumber : http://mjeducation.com/sepenggal-kisah-bapak-koperasi-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar